10 Kebiasaan Wanita yang Dibenci Pria


Hal-hal kecil bisa memicu pertengkaran dengan pasangan. 10 kebiasaan buruk ini contohnya.

Ada banyak alasan mengapa pria tidak menyukai wanita.  Seperti dikutip dari Daily Mail, novelis Giles Coren berbagi cerita tentang 10 kebiasaan wanita yang paling menjengkelkan bagi pria. Apa saja itu?

Tak mau memesan makanan, tapi ikut memakan pesanan rekan prianya.
“Ooh tidak, aku kenyang. Perutku tidak mungkin lagi diisi makanan apapun, bahkan sepotong puding sekalipun,” begitu biasanya seorang perempuan beralasan. Tapi, ketika potongan puding pesanan rekan prianya tiba di meja makan, si wanita akan mulai mencicipi sesendok kecil, kemudian lagi, lagi, dan lagi, sampai seluruh puding itu habis.

Tak mau mengakui rambutnya rontok.
Rambut rontoknya memenuhi lubang kamar mandi.  Tapi, dia selalu berkata, “Itu pasti bukan rambutku!”

Tidak pernah membawa cukup buku untuk mengisi waktu liburan.
Selalu meributkan persediaan pakaian, tapi tidak memasukkan satu pun buku ke dalam tas. Paling, hanya beberapa majalah untuk bacaan ringan di perjalanan. Padahal majalah-majalah itu kemudian hanya dibolak-baliknya selama tidak lebih dari lima menit, dan dia mengambil novel rekan prianya yang sudah direncanakan untuk dibaca si pria dari jauh-jauh hari.

Menolak untuk memberi opini ketika diminta.
Ini berbeda dengan tidak memiliki opini. Misalnya, ketika akan pergi makan malam, rekan prianya bertanya, “Apa yang kamu sukai? Makanan Cina, Italia, atau sushi?” Dia kemudian menjawab, “Apa saja yang kamu suka, saya tidak keberatan.” Tapi, ketika si pria memesan meja di restoran Italia, dia lalu mengatakan, “Kamu tahu pasti kalau saya benci makanan Italia.”

Berkata berulang-ulang, “Hal yang paling disukai wanita dari pria adalah rasa humornya.”Itu tidak selamanya benar.  Kebanyakan wanita menyukai pria yang tinggi, tampan, dan kaya.

Berhenti bermain di tengah permainan.
Saat sedang asyik bermain catur, kartu, atau apapun, ketika si wanita merasa tertinggal atau akan kalah dalam permainan itu, maka dia tidak berminat lagi melanjutkan permainan sampai usai.

Tidak pernah merasa puas dengan kamar hotel.
Saat tiba di hotel setelah perjalanan panjang dan pasangannya merebahkan diri di hotel, si wanita berdiri di tengah ruangan sambil berkacak pinggang dan berkata, “Seharusnya jendela kamar ini mengarah ke pemandangan yang bagus!” Dia lalu merengek dan bersikeras untuk mengecek tiap ruang kamar di hotel itu, sebelum akhirnya memutuskan bahwa kamar yang pertama kali ia tempati sebetulnya baik-baik saja.

Berpikir bahwa binatang memiliki perasaan.
“Sungguh kasihan, kucing itu terlihat sedih. Dia ingin kita membawanya pulang.” Kebanyakan pria berpikir, itu hanyalah kucing. Kucing tidak merasa sedih. Dia hanya merasa lapar dan kotorannya akan mengotori jalanan di luar rumah.

Mendengarkan stasiun radio yang menyiarkan lagu-lagu pop buruk ketika ia mengemudi.
Maka ketika pasangan prianya menggunakan mobil di pagi hari untuk berangkat kerja, dan menghidupkan radio sambil berharap mendengar suara merdu penyiar berita pagi. Da akan kaget dengan suara musik yang menyakitkan telinganya.

Meributkan tentang betapa pentingnya pemain tenis putri memperoleh hadiah uang yang jumlahnya sama dengan pemain tenis pria pada pertandingan Wimbledon.
Tapi ketika turnamen Wimbledon dimulai, dia hanya tertarik untuk menonton pertandingan tenis pria karena pria-pria itu dia rasa seksi dan tidak menonton satu detik pun pertandingan tenis putri yang dia rasa membosankan.
VIVAnews

Marhaban ya Rhamadan........

JADWAL IMSAKIYAH RAMADHAN 1432 H - 2011

Hari anak dengan kontes Robot

Seratusan anak dan remaja memperingati hari anak nasional dengan menggelar kontes robot di Yogyakarta.
Sekitar 170 siswa dari 27 SMP dan SMA yang berasal dari Jawa dan Sumatra itu, terlihat antusias mengikuti turnamen bertajuk Kontes Robot Pintar, yang digelar selama dua hari di Taman Pintar Yogyakarta, Sabtu dan Minggu ini. 
Mereka membentuk 96 tim untuk beradu pintar membuat robot dalam empat kategori: robot peneliti garis pemadam api non mikrokontroler (SMA), robot penjejak cahaya pemadam api (SMP), robot peneliti garis pemadam api dengan mikrokontoler (SMA), dan yang terakhir robot petarung (SMP-SMA).
Setiap tim terdiri dari tiga siswa dan satu guru pendamping, diberi waktu tiga bulan untuk membuat robot mereka masing-masing (April-Juli 2011). Selama proses pembuatan robot, mereka didampingi oleh para trainer. 
"Sebelum kontes ini mereka sudah dibekali dengan workshop yang diadakan Maret lalu dan pelatihan robotik di Taman Pintar pada 17 April-17 Juli," kata Agung Didi Wahyudi, Koordinator Pengembangan Keprograman KRB (kontes robot pintar), kepada Vivanews di Taman Pintar Yogyakarta, Sabtu, 23 Juli 2011.
Para peserta diajari teori elektronika dan teori dasar, seperti cara-cara pembuatan robot, mulai dari pembuatan papannya, penyolderan komponen, Mikrokontrol, maupun pemprogramannya, kata Agung.
Menurut dia, kini sejak SMP siswa-siswa sudah bisa membuat robot, karena banyak SMP yang telah menyediakan ekstrakurikulernya. Bagi seorang siswa, hanya diperlukan waktu seminggu untuk membuat sebuah robot. "Hingga uji coba trial error, seminggu sudah selesai," kata Agung.
Kontes robot ini sendiri digelar setiap tahun di Taman Pintar Yogyakarta. Para peserta akan berpeluang menjadi Juara 1, 2, 3 di semua kelas, dan berpeluang memenangkan sebuah gelar 'Juara Inovasi Terbaik'. 
"Hadiahnya, piala tetap Taman Pintar, piala bergilir dari Kementerian Ristek, serta sertifikat dari Kemenristek, serta dana pembinaan dari Taman Pintar yang jumlahnya masih dirahasiakan," tuturnya. (sj)
Laporan: Erick Tandjung| Yogyakarta
• VIVAnews

TAHUKAH ANDA....PC Pertama IBM






Personal Computer (PC) adalah konsep komputer untuk pengguna perorangan yang diwujudkan oleh IBM pada 1981. Model pertama IBM PC adalah 5150 yang berbasis prosesor Intel 8088 dan sistem operasi Microsoft DOS. Namun mulai 1983, IBM PC mulai tergeser dengan adanya ‘kloning’ pertama yang ditelurkan Compaq.

A N G K L U N G

Angklung adalah alat musik multitonal (bernada ganda) yang secara tradisional berkembang dalam masyarakat berbahasa Sunda di Pulau Jawa bagian barat. Alat musik ini dibuat dari bambu, dibunyikan dengan cara digoyangkan (bunyi disebabkan oleh benturan badan pipa bambu) sehingga menghasilkan bunyi yang bergetar dalam susunan nada 2, 3, sampai 4 nada dalam setiap ukuran, baik besar maupun kecil. Laras (nada) alat musik angklung sebagai musik tradisi Sunda kebanyakan adalah salendro dan pelog
.Angklung terdaftar sebagai Karya Agung Warisan Budaya Lisan dan Nonbendawi manusia dari UNESCO sejak November 2010.

Daftar isi

Angklung Dogdog Lojor


Kesenian dogdog lojor terdapat di masyarakat Kasepuhan Pancer Pangawainan atau kesatuan adat Banten Kidul yang tersebar di sekitar Gunung Halimun (berbatasan dengan, Jakarta, Bogor dan Lebak). Meski kesenian ini dinamakan dogdog lojor, yaitu nama salah satu instrumen di dalamnya, tetapi di sana juga digunakan angklung karena kaitannya dengan acara ritual padi. Setahun sekali, setelah panen seluruh masyarakat mengadakan acara Serah Taun atau Seren Taun di pusat kampung adat. Pusat kampung adat sebagai tempat kediaman kokolot (sesepuh) tempatnya selalu berpindah-pindah sesuai petunjuk gaib.
Tradisi penghormatan padi pada masyarakat ini masih dilaksanakan karena mereka termasuk masyarakat yang masih memegang teguh adat lama. Secara tradisi mereka mengaku sebagai keturunan para pejabat dan prajurit keraton Pajajaran dalam baresan Pangawinan (prajurit bertombak). Masyarakat Kasepuhan ini telah menganut agama Islam dan agak terbuka akan pengaruh modernisasi, serta hal-hal hiburan kesenangan duniawi bisa dinikmatinya. Sikap ini berpengaruh pula dalam dalam hal fungsi kesenian yang sejak sekitar tahun 1970-an, dogdog lojor telah mengalami perkembangan, yaitu digunakan untuk memeriahkan khitanan anak, perkawinan, dan acara kemeriahan lainnya. Instrumen yang digunakan dalam kesenian dogdog lojor adalah 2 buah dogdog lojor dan 4 buah angklung besar. Keempat buah angklung ini mempunyai nama, yang terbesar dinamakan gonggong, kemudian panembal, kingking, dan inclok. Tiap instrumen dimainkan oleh seorang, sehingga semuanya berjumlah enam orang.
Lagu-lagu dogdog lojor di antaranya Bale Agung, Samping Hideung, Oleng-oleng Papanganten, Si Tunggul Kawung, Adulilang, dan Adu-aduan. Lagu-lagu ini berupa vokal dengan ritmis dogdog dan angklung cenderung tetap.

Angklung Kanekes


Angklung di daerah Kanekes (kita sering menyebut mereka orang Baduy) digunakan terutama karena hubungannya dengan ritus padi, bukan semata-mata untuk hiburan orang-orang. Angklung digunakan atau dibunyikan ketika mereka menanam padi di huma (ladang). Menabuh angklung ketika menanam padi ada yang hanya dibunyikan bebas (dikurulungkeun), terutama di Kajeroan (Tangtu; Baduy Jero), dan ada yang dengan ritmis tertentu, yaitu di Kaluaran (Baduy Luar). Meski demikian, masih bisa ditampilkan di luar ritus padi tetapi tetap mempunyai aturan, misalnya hanya boleh ditabuh hingga masa ngubaran pare (mengobati padi), sekitar tiga bulan dari sejak ditanamnya padi. Setelah itu, selama enam bulan berikutnya semua kesenian tidak boleh dimainkan, dan boleh dimainkan lagi pada musim menanam padi berikutnya. Menutup angklung dilaksanakan dengan acara yang disebut musungkeun angklung, yaitu nitipkeun (menitipkan, menyimpan) angklung setelah dipakai.
Dalam sajian hiburan, Angklung biasanya diadakan saat terang bulan dan tidak hujan. Mereka memainkan angklung di buruan (halaman luas di pedesaan) sambil menyanyikan bermacam-macam lagu, antara lain: Lutung Kasarung, Yandu Bibi, Yandu Sala, Ceuk Arileu, Oray-orayan, Dengdang, Yari Gandang, Oyong-oyong Bangkong, Badan Kula, Kokoloyoran, Ayun-ayunan, Pileuleuyan, Gandrung Manggu, Rujak Gadung, Mulung Muncang, Giler, Ngaranggeong, Aceukna, Marengo, Salak Sadapur, Rangda Ngendong, Celementre, Keupat Reundang, Papacangan, dan Culadi Dengdang. Para penabuh angklung sebanyak delapan orang dan tiga penabuh bedug ukuran kecil membuat posisi berdiri sambil berjalan dalam formasi lingkaran. Sementara itu yang lainnya ada yang ngalage (menari) dengan gerakan tertentu yang telah baku tetapi sederhana. Semuanya dilakukan hanya oleh laki-laki. Hal ini berbeda dengan masyarakat Daduy Dalam, mereka dibatasi oleh adat dengan berbagai aturan pamali (pantangan; tabu), tidak boleh melakukan hal-hal kesenangan duniawi yang berlebihan. Kesenian semata-mata dilakukan untuk keperluan ritual.
Nama-nama angklung di Kanekes dari yang terbesar adalah: indung, ringkung, dongdong, gunjing, engklok, indung leutik, torolok, dan roel. Roel yang terdiri dari 2 buah angklung dipegang oleh seorang. Nama-nama bedug dari yang terpanjang adalah: bedug, talingtit, dan ketuk. Penggunaan instrumen bedug terdapat perbedaan, yaitu di kampung-kampung Kaluaran mereka memakai bedug sebanyak 3 buah. Di Kajeroan; kampung Cikeusik, hanya menggunakan bedug dan talingtit, tanpa ketuk. Di Kajeroan, kampung Cibeo, hanya menggunakan bedug, tanpa talingtit dan ketuk.
Di Kanekes yang berhak membuat angklung adalah orang Kajeroan (Tangtu; Baduy Jero). Kajeroan terdiri dari 3 kampung, yaitu Cibeo, Cikartawana, dan Cikeusik. Di ketiga kampung ini tidak semua orang bisa membuatnya, hanya yang punya keturunan dan berhak saja yang mengerjakannya di samping adanya syarat-syarat ritual. Pembuat angklung di Cikeusik yang terkenal adalah Ayah Amir (59), dan di Cikartawana Ayah Tarnah. Orang Kaluaran membeli dari orang Kajeroan di tiga kampung tersebut.

Asal-usul

Anak-anak Jawa Barat bermain angklung di awal abad ke-20.
Tidak ada petunjuk sejak kapan angklung digunakan, tetapi diduga bentuk primitifnya telah digunakan dalam kultur Neolitikum yang berkembang di Nusantara sampai awal penanggalan modern, sehingga angklung merupakan bagian dari relik pra-Hinduisme dalam kebudayaan Nusantara.
Catatan mengenai angklung baru muncul merujuk pada masa Kerajaan Sunda (abad ke-12 sampai abad ke-16). Asal usul terciptanya musik bambu, seperti angklung berdasarkan pandangan hidup masyarakat Sunda yang agraris dengan sumber kehidupan dari padi (pare) sebagai makanan pokoknya. Hal ini melahirkan mitos kepercayaan terhadap Nyai Sri pohaci sebagai lambang Dewi Padi pemberi kehidupan (hirup-hurip). Masyarakat Baduy, yang dianggap sebagai sisa-sisa masyarakat Sunda asli, menerapkan angklung sebagai bagian dari ritual mengawali penanaman padi. Permainan angklung gubrag di Jasinga bogor, adalah salah satu yang masih hidup sejak lebih dari 400 tahun lampau. Kemunculannya berawal dari ritus padi. Angklung diciptakan dan dimainkan untuk memikat Dewi Sri turun ke bumi agar tanaman padi rakyat tumbuh subur.
Jenis bambu yang biasa digunakan sebagai alat musik tersebut adalah bambu hitam (awi wulung) dan bambu putih (awi temen). Tiap nada (laras) dihasilkan dari bunyi tabung bambunya yang berbentuk bilah (wilahan) setiap ruas bambu dari ukuran kecil hingga besar.
Dikenal oleh masyarakat sunda sejak masa kerajaan Sunda, di antaranya sebagai penggugah semangat dalam pertempuran. Fungsi angklung sebagai pemompa semangat rakyat masih terus terasa sampai pada masa penjajahan, itu sebabnya pemerintah Hindia Belanda sempat melarang masyarakat menggunakan angklung, pelarangan itu sempat membuat popularitas angklung menurun dan hanya di mainkan oleh anak- anak pada waktu itu.
Selanjutnya lagu-lagu persembahan terhadap Dewi Sri tersebut disertai dengan pengiring bunyi tabuh yang terbuat dari batang-batang bambu yang dikemas sederhana yang kemudian lahirlah struktur alat musik bambu yang kita kenal sekarang bernama angklung. Demikian pula pada saat pesta panen dan seren taun dipersembahkan permainan angklung. Terutama pada penyajian Angklung yang berkaitan dengan upacara padi, kesenian ini menjadi sebuah pertunjukan yang sifatnya arak-arakan atau helaran, bahkan di sebagian tempat menjadi iring-iringan Rengkong dan Dongdang serta Jampana (usungan pangan) dan sebagainya.
Dalam perkembangannya, angklung berkembang dan menyebar ke seantero Jawa, lalu ke Kalimantan dan Sumatera. Pada 1908 tercatat sebuah misi kebudayaan dari Indonesia ke  Thailan, antara lain ditandai penyerahan angklung, lalu permainan musik bambu ini pun sempat menyebar di sana.
Bahkan, sejak 1966, Udjo Ngalagena —tokoh angklung yang mengembangkan teknik permainan berdasarkan laras-laras pelog, salendro, dan madenda— mulai mengajarkan bagaimana bermain angklung kepada banyak orang dari berbagai komunitas.

Angklung Kanekes

Angklung di daerah Kanekes (kita sering menyebut mereka orang Baduy) digunakan terutama karena hubungannya dengan ritus padi, bukan semata-mata untuk hiburan orang-orang. Angklung digunakan atau dibunyikan ketika mereka menanam padi di huma (ladang). Menabuh angklung ketika menanam padi ada yang hanya dibunyikan bebas (dikurulungkeun), terutama di Kajeroan (Tangtu; Baduy Jero), dan ada yang dengan ritmis tertentu, yaitu di Kaluaran (Baduy Luar). Meski demikian, masih bisa ditampilkan di luar ritus padi tetapi tetap mempunyai aturan, misalnya hanya boleh ditabuh hingga masa ngubaran pare (mengobati padi), sekitar tiga bulan dari sejak ditanamnya padi. Setelah itu, selama enam bulan berikutnya semua kesenian tidak boleh dimainkan, dan boleh dimainkan lagi pada musim menanam padi berikutnya. Menutup angklung dilaksanakan dengan acara yang disebut musungkeun angklung, yaitu nitipkeun (menitipkan, menyimpan) angklung setelah dipakai.
Dalam sajian hiburan, Angklung biasanya diadakan saat terang bulan dan tidak hujan. Mereka memainkan angklung di buruan (halaman luas di pedesaan) sambil menyanyikan bermacam-macam lagu, antara lain: Lutung Kasarung, Yandu Bibi, Yandu Sala, Ceuk Arileu, Oray-orayan, Dengdang, Yari Gandang, Oyong-oyong Bangkong, Badan Kula, Kokoloyoran, Ayun-ayunan, Pileuleuyan, Gandrung Manggu, Rujak Gadung, Mulung Muncang, Giler, Ngaranggeong, Aceukna, Marengo, Salak Sadapur, Rangda Ngendong, Celementre, Keupat Reundang, Papacangan, dan Culadi Dengdang. Para penabuh angklung sebanyak delapan orang dan tiga penabuh bedug ukuran kecil membuat posisi berdiri sambil berjalan dalam formasi lingkaran. Sementara itu yang lainnya ada yang ngalage (menari) dengan gerakan tertentu yang telah baku tetapi sederhana. Semuanya dilakukan hanya oleh laki-laki. Hal ini berbeda dengan masyarakat Daduy Dalam, mereka dibatasi oleh adat dengan berbagai aturan pamali (pantangan; tabu), tidak boleh melakukan hal-hal kesenangan duniawi yang berlebihan. Kesenian semata-mata dilakukan untuk keperluan ritual.
Nama-nama angklung di Kanekes dari yang terbesar adalah: indung, ringkung, dongdong, gunjing, engklok, indung leutik, torolok, dan roel. Roel yang terdiri dari 2 buah angklung dipegang oleh seorang. Nama-nama bedug dari yang terpanjang adalah: bedug, talingtit, dan ketuk. Penggunaan instrumen bedug terdapat perbedaan, yaitu di kampung-kampung Kaluaran mereka memakai bedug sebanyak 3 buah. Di Kajeroan; kampung Cikeusik, hanya menggunakan bedug dan talingtit, tanpa ketuk. Di Kajeroan, kampung Cibeo, hanya menggunakan bedug, tanpa talingtit dan ketuk.
Di Kanekes yang berhak membuat angklung adalah orang Kajeroan (Tangtu; Baduy Jero). Kajeroan terdiri dari 3 kampung, yaitu Cibeo, Cikartawana, dan Cikeusik. Di ketiga kampung ini tidak semua orang bisa membuatnya, hanya yang punya keturunan dan berhak saja yang mengerjakannya di samping adanya syarat-syarat ritual. Pembuat angklung di Cikeusik yang terkenal adalah Ayah Amir (59), dan di Cikartawana Ayah Tarnah. Orang Kaluaran membeli dari orang Kajeroan di tiga kampung tersebut.

Angklung Gubrag


Angklung gubrag terdapat di kampung Cipining, kecamatan Cigudeg, Bogor. Angklung ini telah berusia tua dan digunakan untuk menghormati dewi padi dalam kegiatan melak pare (menanam padi), ngunjal pare (mengangkut padi), dan ngadiukeun (menempatkan) ke leuit (lumbung).

Dalam mitosnya angklung gubrag mulai ada ketika suatu masa kampung Cipining mengalami musim paceklik.

Angklung Badeng


Badeng merupakan jenis kesenian yang menekankan segi musikal dengan angklung sebagai alat musiknya yang utama. Badeng terdapat di Desa Sanding, Kecamatan Malangbong, Garut Dulu berfungsi sebagai hiburan untuk kepentingan dakwah Islam. Tetapi diduga badeng telah digunakan masyarakat sejak lama dari masa sebelum Islam untuk acara-acara yang berhubungan dengan ritual penanaman padi. Sebagai seni untuk dakwah badeng dipercaya berkembang sejak Islam menyebar di daerah ini sekitar abad ke-16 atau 17. Pada masa itu penduduk Sanding, Arpaen dan Nursaen, belajar agama Islam ke kerajaan Demak. Setelah pulang dari Demak mereka berdakwah menyebarkan agama Islam. Salah satu sarana penyebaran Islam yang digunakannya adalah dengan kesenian badeng.
Angklung yang digunakan sebanyak sembilan buah, yaitu 2 angklung roel, 1 angklung kecer, 4 angklung indung dan angklung bapa, 2 angklung anak; 2 buah dogdog, 2 buah terbang atau gembyung, serta 1 kecrek. Teksnya menggunakan bahasa sunda yang bercampur dengan bahasa Arab. Dalam perkembangannya sekarang digunakan pula bahasa Indonesia. Isi teks memuat nilai-nilai Islami dan nasihat-nasihat baik, serta menurut keperluan acara. Dalam pertunjukannya selain menyajikan lagu-lagu, disajikan pula atraksi kesaktian, seperti mengiris tubuh dengan senjata tajam.
Lagu-lagu badeng: Lailahaileloh, Ya’ti, Kasreng, Yautike, Lilimbungan, Solaloh.